Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise menyatakan, Indonesia ada dalam situasi darurat terhadap kekerasan anak. Ia pernah menyebutkan bahwa pada tahun 2016 ini, terdapat 5.000 lebih kasus kekerasan terhadap anak.
Menyikapi hal tersebut, Yohana menginginkan diberlakukan hukuman setinggi-tingginya terhadap para pelaku kekerasan anak. Sebagai perbandingan, ia melihat kepada pelaku pidana narkoba bisa dihukum mati.
“Mengapa narkoba saja yang dihukum mati. Kita harus tegas lagi terhadap hukum yang ada. Mengapa larinya ke anak-anak yang harusnya kita lindungi?” ujar Yohana kepada wartawan di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (4/5/2016).
Ia menambahkan bahwa korban kekerasan seksual turut mengalami dampak yang tak kalah hebat. Banyak di antara para korban banyak yang mengalami trauma, bahkan ada juga yang hingga meninggal dunia.
Yohana mengaku, terhadap kasus pemerkosaan dan pembunuhan siswi di Bengkulu, banyak masyarakat yang mendorong diberikannya hukuman berat kepada para pelaku. Dorongan ini berangkat dari empati masyarakat itu sendiri.
“Sebenarnya kami belum memikirkan itu (hukuman mati), tapi banyak masyarakat yang mendorong kami untuk kekerasan seperti ini, kenapa tidak diberlakukan hukuman mati saja. Mungkin banyak masyarakat yang prihatin karena kekerasan yang terjadi,” ujarnya.
Yohana mencontohkan, di sebuah daerah ada seseorang yang memperkosa 50 anak lebih. Namun, pelaku tersebut hanya mendapatkan hukuman 15 tahun penjara. Di daerah lain, juga ditemui pelaku kekerasan seksual yang atas dasar keputusan hakim, hanya mendapatkan hukuman 1 tahun 4 bulan penjara.
Yohana berpendapat bahwa pihak penegak hukum di Indonesia belum bekerja secara maksimal. Pada tataran masyarakat bawah pun terhadap kasus yang terjadi, ada juga kasus yang tidak dilanjutkan dengan proses hukum.
“Sekadar masukan, aparat penegak hukum kita yang belum bekerja secara maksimal. Pihak kepolisian, kejaksaan dan juga pengadilan yang belum memutuskan hukuman yang seberat-beratnya terhadap para pelaku. Saya tanya ke polres-polres juga, (banyak kasus) itu diselesaikan secara adat, ada yang mengatakan itu urusan keluarga kenapa harus dibawa ke sini,” tuturnya.
Yohana berencana memberikan pelatihan kepada penegak hukum hingga mendapat sertifikat tentang perlindungan perempuan dan anak. Harapannya, penegakan hukum terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa diangkat setinggi mungkin.
Rencana lain yang sedang dijajaki juga meminta dibuatnya unit pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tingkatan polsek. Karena belum semua polsek memiliki unit ini.
“Unit PP PA sudah ada di tingkat polres, untuk di polsek sudah ada di beberapa kota. Nanti saya surati Kapolri untuk menempatkan 2 polwan di setiap polsek,” kata Yohana.
(hri/hri)